Rabu, 27 Mei 2009

ARTIKEL PENDIDIKAN

Negara kita saat ini dalam keadaaan kusut masai menanti uluran tangan Dewa penolong. Krisis multidimensi membuat bangsa dan negara kita kian terperosok dalam keterpurukan. Kemakmuran, keadilan, dan kesejahteraan yang merupakan cita-cita awal negara ternyata sampai hari ini belum menyentuh masyarakat secara signifikan. Beragam realita sosial kemasyarakatan, seperti konflik etnis, ras, agama, gerakan separatis yang mengancam integrasi negara, disatu sisi sebenarnya merupakan wujud resistensi masyarakat. Sedangkan pada sisi lain mungkin akibat dari politik kotor. Namun sayangnya, penyebab dari semua itu tidak pernah dikaji secara mendalam. Sementara masyarakat sendiri bersikap apatis dengan segala aturan yang berlaku. Mereka lebih senang menghakimi sendiri, meskipun itu lewat perang antar kelompok maupun antar individu. Semua itu akibat dari ketidakpercayaan masyarakat terhadap hukum yang bersifat ambigu. Para elit berlomba-lomba memburu tahta dan kemewahan, walau pada akhirnya harus berurusan dengan KPK. Mereka yang dipercaya oleh rakyat justru menghianatinya. Kemakmuran, keadilan, dan kesejahteraan hanyalah milik golongan elit. Sementara masyarakat bawah tak lebih dari sekedar figuran yang kemudian jadi penonton. Bukankah masyarakat juga berhak untuk diperlakukan sama? Harapan negara terselubungi kabut. Sementara institusi pendidikan yang diharapkan mampu menerangi perjalanan negara juga dalam keadaan lumpuh. Dari sinilah kita harus memetakan causa prima ketidakberhasilan negara mencapai cita-cita. Jika tujuan didirikan negara masih disepakati seperti dalam tulisan ini, maka langkah yang harus ditempuh adalah perbaikan manusianya sebagai pelaku. Perbaikan ini hanya didapat dalam wilayah pendidkan. Hal ini berarti bahwa titik awal yang harus kita benahi adalah wilayah pendidkan. Dengan gagasan solusi seperti diatas, penulis yakin bahwa kalau memang tidak untuk saat ini, setidaknya anak cucu kita kedepan akan menyongsong era Indonesia baru. Indonesia yang sejahtera, adil, makmur, dan egalitarian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar